Minggu, 15 Juni 2014

BAYI ANDA SULIT TIDUR? INI CARA AGAR BAYI TERLELAP


Ada bayi yang sulit tiduratau tidurnya tidak terpola dengan baik, kadang tidur sore hari atau bahkan saat larut malam tiba, matanya belum terpejam jua. Nah, supaya punya pola tidur yang teratur, alangkah baiknya bila mama mengikuti langkah-langkah berikut ini:

1. 15 menit sebelum tidur, orangtua harus sudah meletakkan bayi di tempat tidur. Untuk awalnya kenali bagaimana ciri-ciri bayi sudah mengantukantara lain: 
  • Menangis keras.
  • Memukul–mukul lengannya.
  • Bayi menjadi gelisah, menarik–narik botol susu atau puting payudara ibu.
  • Bayi menggosok mata.
  • Bayi menarik–narik telinganya.
  • Menguap sambil mendesah dan bersuara pada saat menguap.
  • Menaruh kepalanya pada bahu Anda.
Ketika bayi memperlihatkan beberapa ciri-ciri tersebut di atas, segera letakkan di kasur. Lalu, dampingi rasa kantuk bayi dengan senandung tidur yang Anda nyanyikan dengan perlahan.
2. Atur suasana tidur yang nyaman
Rancanglah suasana kamar bayi dengan dekorasi yang menenangkan dan nyaman. Hindari menyemprotkan pewangi ruangan secara berlebihan, atau jangan gunakan sama sekali. Atur penerangan lampu dalam kondisi temaram agar bayi cepat mengantuk.
3. Tinggalkan bayi dalam kamarnya
Bayi yang baru belajar untuk tidur di kasur mereka sendiri akan mengalami proses adaptasi yang menyebabkan mereka cepat terbangun dan menangis. Maka dari itu, usahakan untuk memasang portable baby monitor di kamar bayi, yakni alat yang membantu ibu memonitor bayi yang berada di luar ruangan. Dengan demikian, Anda bisa beraktivitas mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sembari mengawasi si kecil lewat baby monitor di dekat Anda.

4. Jangan Terburu Untuk Menggendong 
Saat meletakkan bayi, umumnya mereka pasti akan menangis. Tunggulah selama 10 menit, jangan terburu-buru untuk menggendongnya kembali. Tenangkan bayi tanpa perlu mengangkatnya. Bisa dengan mengusap-usap kepalanya sembari bernyanyi "Nina Bobo",atau mengayunkan tempat tidurnya secara perlahan. Sebab, seusai menangis, bayi secara alamiah akan tertidur, ada atau tanpa kehadiran ibu di dekatnya. 
Dengan berbagai cara di atas, diharapkan bayi dapat tidur dengan lelap dan tidak sulit tidur lagi.  

Sumber: Kompas Female
 

INGIN SUKSES MEMBERIKAN ASI EKSLUSIF?? MINTA DUKUNGAN SUAMI ^_^


Peran dan dukungan suami sangat besar terhadap keberhasilan program ASI eksklusif. Seperti apa faktanya, berikut penjelasannya:
Hubungan Harmonis, Produksi ASI Meningkat
        Dukungan suami pada istri kala menyusui amat besar pengaruhnya bagi kelancaran produksi ASI. Sebab, hubungan yang baik pada kondisi psikis istri. Bila hubungan kurang harmonis, maka bukan tidak mungkin produksi ASI menjadi terhambat.
        Mengapa? Tak lain karena pikiran negatif istri akan membuat refleks oksitosin menurun. Padahal, oksitosin inilah yang menentukan  keluarnya ASI. Tanpa oksitosin, ASI dari "pabrik" susu tak bisa jalan ke "gudang" susu. Meski ASI diproduksi, tapi tetap diam tak bisa mengalir. Oksitosinlah yang melakukan tekanan untuk menggerakkan otot yang melingkar di dalam "pabrik" susu, hingga terjadi kontraksi dan "pabrik" susu mampu menyemprotkan ASI. Kalau sudah begitu, program ASI eksklusifpun terancam gagal.
Buat istri nyaman        Dukungan suami lainnya untuk keberhasilan memberikan ASI eksklusif, ciptakan suasana tenang dan aman bagi sang istri. Misalnya, memberi perhatian saat sang istri sedang menyusui atau memperhatikan kebutuhan istri, tak bikin masalah yang bisa membuat istri sedang kalut. Pun sebaiknya para suami bisa menolong mengurangi beban istri. Kalau si anak lapar, misal, jangan malah bilang, "Itu, lo, anakmu menangis." Sebaiknya justru suami yang mengangkat si anak, menggendongnya, baru sesudahnya menyerahkan ke istri untuk disusui.
Berikan Pijatan
Selama istri menyusui dan memberikan program ASI eksklusif, ia bisa memijat punggung istri dengan penuh kasih sayang atau mengambilkan minuman karena ibu menyusui harus banyak minum. Jangan lupa, sepulang kantor, tanyakan keadaan sang bayi dan istri. Hal-hal demikian sangat berdampak besar, lo, pada ketenangan pikiran istri. Dengan begitu, istri dapat tenang dan nyaman memberikanASI secara eksklusif pada bayi.
Ikut Merawat bayi 
          Sebenarnya bayi pun senang dirawat ayahnya. Penelitian menunjukkan, saat lapar, sebenarnya bayi lebih senang digendong ayahnya. Mungkin ia suka mendengar vibrasi napas bapak karena lebih enak terdengar dibanding ibunya. Itu sebabnya bila bayi rewel atau stres, biasanya ayah lebih mudah menenangkannya dibanding ibu. Jadi, harus disadari para suami, walau secara lahiriah ia tak bisa hamil dan tak bisa memberi ASI eksklusif, proses menyusui adalah proses keluarga.
          Bahkan kini di Amerika tengah digalakkan program sharing the bed, yang sebenarnya sudah dijalani orang tua kita zaman dulu. Yaitu bayi tidur dikeloni ayah-ibu, sehingga jika ia menangis bisa segera digendong ayah lalu diberikan pada istri untuk diberi ASI. Usai itu, suami kembali menggendong bayi dengan posisi berdiri sampai si kecil bersendawa. Bahkan suami juga bisa membantu istri mengganti popok anaknya. Dengan kata lain, terbentuk kerja tim.
Dengan dukungan suami, istri pun sukses memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. 

3 PENYAKIT PENYEBAB ANAK SULIT MAKAN


Meskipun penyebabnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor psikologis, problem sulit makan pada anak sering pula disebabkan infeksi atau kelainan bawaan. Kadang, bukan infeksinya sendiri yang menyebabkan kondisi anak menurun, melainkan sulit makannya itu. Oleh karena itu, atasi dulu penyakit yang ada agar kemampuan anak dalam hal makan berangsur pulih.
Ini 3 penyakit ataupun kelainan yang umumnya menghambat pola makan anak:

1. Gangguan susunan saraf 
        Kemampuan makan sangat berkaitan dengan berjalannya fungsi sistem saraf. Jika sistem ini mengalami gangguan, dari yang ringan hingga berat, maka selera makan anak akan turun. Apalagi jika gangguan itu disertai gejala kejang dan panas tinggi.
Contohnya, anak-anak yang mengalami retardasi mental akibat kelainan susunan saraf. Mereka sangat lemah dalam segala hal, termasuk dalam hal psikomotoriknya. Kepandaiannya pun berbeda dengan anak-anak normal. Demikian pula dalam hal makan; kalau anak normal sudah bisa makan nasi, anak terbelakang bisanya masih minum susu karena belum bisa mengunyah.
Adapun penyebab gangguan susunan saraf pusat, bisa bersifat genetik ataupun tidak. Ciri-cirinya bisa diketahui dari segi fisik.

2. Tuberculosis (TB/TBC)
Penyakit TB disebabkan basil tuberculosis yang disebut Mycobacterium tuberculosis. TB pada anak merupakan penyakit yang didapat atau ditularkan dari orang dewasa, baik di rumah, di “sekolah”, dan tempat umum.
Jika anak mengalami panas badan atau demam berkepanjangan dan tak juga turun kendati sudah diobati dengan berbagai macam obat penurun panas – misal, satu bulan demam tinggi dan adakalanya tak terlalu tinggi -, patut dicurigai ia terkena TB. Gejala lain, nafsu makan berkurang, sehingga berat badannya tak naik-naik kendati sudah mengonsumsi makanan bergizi. Bahkan, berat badan cenderung turun. Anak tampak kurus, lesu, dan tak bergairah.
Oleh karena itu, agar nafsu makannya pulih dan BB-nya pun naik, maka anak harus dibawa berobat, tentu secara rutin dan teratur. Biasanya pada dua bulan pertama sudah kelihatan ada perubahan, semisal kenaikan BB dan demam mereda. Namun, pengobatannya jangan dihentikan, lo, agar tak kambuh lagi. Soalnya, jika kambuh lagi, basilnya akan kebal dan pengobatannya sangat sulit. Jadi, pengobatan TB harus dilakukan tuntas.

3. Influenza
Influenza merupakan infeksi virus yang umum dengan gejala batuk, pilek, radang tenggorokan, demam, serta nyeri pada sendi. Influenza atau flu yang menyerang anak-anak akan membuatnya sulit makan. Tak heran jika sering terkena flu, berat badan anak pun tak kunjung bertambah atau malah turun.
Masalahnya, lendir yang terdapat di saluran napas bisa memaksanya bernapas lewat mulut. Jika mulutnya diisi makanan, tentu napasnya semakin sulit. Itulah mengapa ia jadi malas makan. Padahal obat flu karena virus ini justru istirahat yang banyak dan makan makanan bergizi.

TIPS MEMPERLANCAR ASI

Secara alamiah, semua ASIakan keluar. Tuhan tak membedakan satu ibu dengan lainnya. Seorang ibu yang mempunyai bayi kembar, baik kembar dua atau tiga sekalipun, tetap dapat menyusui anak-anaknya ASI. Semua memang tergantung dari keyakinan ibu sendiri. Dari awal memang harus diniatkan dan disiapkan sehingga bisa memberikan ASI.
        Untuk membuat ASI lancar, ibu aman dan nyaman, bayi juga senang, ada beberapa faktor yang mendukung agar produksi ASI jadi lancar:

1. Cari Info tentang ASI sebanyak-banyaknya
Pada saat hamil, ibu sudah sigap mencari informasi sebanyak mungkin tentang segala keunggulan ASI untuk menimbulkan motivasi menyusui. Info tentang ASI bisa didapat lewat diskusi dengan ahli kebidanan, membaca buku atau majalah, atau mendatangi klinik-klinik laktasi. Dengan begitu, ibu siap memberikan ASI yang lancar pada bayi.

2. Belajar Posisi Menyusui Bayi ASI
Ibu sudah belajar cara menyusui yang benar. Pelajari di klinik laktasi, di internet banyak bertebaran cara menyusui yang tepat, juga cara menyusui yang kurang pas.  Posisi ibu dan bayi yang benar penting sekali untuk keberhasilan menyusui. Kesalahan dalam posisi ini bisa menyebabkan puting lecet, peradangan pada payudara, atau bayi hanya mengisap udara karena cairan ASI tidak keluar.

3. Hindari memberi Makanan dan Minuman selain ASI
Tidak memberi makanan atau minum apa pun selain ASI pada bayi yang baru lahir, kecuali ada indikasi medis. Jangan khawatir, bayi tidak akan sakit meski ASI belum diberikan pada hari-hari pertama kehidupannya. Dalam keadaan normal, cadangan tenaga dan air yang dibawa sejak lahir, cukup untuk pertahanan dirinya di hari-hari pertama selama proses menyusui belum mantap. Pemberian cairan lain justru akan membuat bayi malas menyusui. Semakin bayi ogah menyusu, maka produksi ASI akan menurun, sehingga kelak menjadi tidak lancar.

4. Pilih Rumah Sakit Pro-ASI
Untuk keberhasilan ASI eksklusif, saat persalinan, pilihlah rumah sakit yang melaksanakan kebijakan rawat gabung sehingga ibu dan anak bersama terus selama 24 jam. Di samping mempererat ikatan ibu dan anak sejak awal, hal ini juga membuat ibu dapat memberi ASI secara on demand (saat dibutuhkan).Keberhasilan memberikan ASI di awal akan menentukan lancarnya ASI di kemudian hari.

5. Siapkan Mental Agar ASI lancar
Ibu sudah sangat siap secara fisik dan mental untuk menyusui. Naluri keibuan akan timbul pada saat ibu melihat bayinya. Rasa
bahagia ingin menyentuh dan menyayangi akan membuat hormon oksitosin bekerja memproduksi ASI dan payudara siap mengeluarkan ASI yang banyak dan lancar.

6. Minta Dukungan Suami
Dukungan suami sangat menentukan sebab pemberian ASI eksklusif dan lancarnya ASI. Bahkan 50 persennya ditentukan pula oleh suami. Perlu diingat bahwa proses menyusui atau memberi makan bayi bukanlah urusan ibu semata. Suami pun harus membantu sehingga istri tak gelisah dan pikirannya tenang. Jika gelisah ASI tak bisa keluar.
       Dari sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI), pada 1995 terhadap ibu-ibu se Jabotabek, diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberikan ASI adalah "takut ditinggal suami" karena payudara menjadi jelek. Ingatlah bahwa yang mengubah bentuk payudara adalah kehamilan, bukan menyusui!

7. Cari suasana yang tenang saat menyusui.
        Kalau ibu merasa relaks dan nyaman, ASI bakal lancar keluar. Itu sebabnya, dalam memberikan ASI harus di ruangan yang tenang, tak banyak mengobrol, boleh sambil mendengarkan musik yang relaks.

8. Hindari stres.
        Ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk tidak stres. Stres dan depresi mempengaruhi produksi ASI, sehingga hormon oksitosin tak  dapat mengeluarkan ASI secara optimal. Produksi ASI pun menjadi tidak lancar. 

FAKTA TENTANG ASI


ASI memang ajaib dan unik. Salah satunya komposisi ASI berbeda dari hari ke hari. Berikut 4 fakta tentang ASI lainnya:


1. Komposisi ASI Ibu yang melahirkan prematur berbeda dengan komposisi ASI ibu yang Melahirkan Normal 
Komposisi ASI pada ibu yang satu akan berbeda dengan komposisi ASI pada ibu lain. Misal, dua ibu melahirkan pada hari, tanggal, dan jam yang sama. Namun ibu yang satu melahirkan di usia kehamilan 9 bulan, sedangkan ibu yang satunya di usia kehamilan 7 bulan. Nah, ASI yang diproduksi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk bayi yang dilahirkan pada masing-masing usia kehamilan tersebut. Jadi, komposisi ASI pada ibu yang melahirkan di usia kehamilan 9 bulan memang diperuntukkan bagi kebutuhan bayi yang lahir di usia kehamilan tersebut. Begitupun komposisi ASI pada ibu yang melahirkan di usia kehamilan 7 bulan diperuntukkan hanya bagi bayi tersebut.
Selain itu, ASI pada ibu yang sama-sama melahirkan di usia kehamilan 9 bulan pun berbeda, karena bakteri-bakteri yang pernah didapat pada tiap ibu berbeda-beda. ASI pada ibu A, misal, mengandung bakteri-bakteri yang pernah didapat oleh ibu A. Pada ibu B, ASI-nya juga mengandung bakteri-bakteri yang pernah didapat oleh si ibu tersebut. Dengan demikian, bila ibu A pernah kena demam berdarah semasa hamil, misal, maka bayinya sudah terlindung dari virus demam berdarah setelah mendapatkan ASI. Tapi bila bayi ibu A disusui oleh ibu B yang belum pernah kena demam berdarah, maka bayi ibu A tidak terlindungi dari virus tersebut.
2. Komposisi ASI berbeda dari hari ke hari.
ASI dibagi dalam 3 jenis, yaitu susu jolong atau kolostrum yang keluar pada 0-7 hari setelah si ibu melahirkan; susu transisi, yaitu susu hari ke-7 sampai ke-10; dan susu mature. Komposisi masing-masing susu ini berbeda satu sama lain.
Susu kolostrum lebih bersifat sebagai obat ketimbang minum dan makannya. Hingga, bayi yang minum susu ini biasanya turun berat badannya. Apalagi susu kolostrum biasanya tak banyak, rata-rata cuma 30 cc dalam 24 jam. Makanya, banyak ibu bingung, mengira ASI-nya belum keluar. Padahal, memang selama 7 hari itu, ASI yang keluar cuma sedikit. Namun jangan salah, satu tetes susu kolostrum mengandung 1 juta antibodi. Sayangnya, banyak orang tak tahu mengenai susu kolostrum ini, hingga si bayi yang baru lahir diberikan susu formula. Akibatnya, antibodi yang masuk sangat kurang. Ini tentu akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh si bayi selanjutnya.
Sedangkan susu transisi adalah susu yang menjadi pengantar sebelum menuju susu mature, yaitu susu padat yang memenuhi kebutuhan untuk tumbuh kembang bayi. Jadi, susu ini menyiapkan pencernaan bayi untuk mencerna ASI mature. Seperti layaknya bayi yang baru lahir, pertama hanya minum susu, lalu mulai diberi makanan setengah padat, kemudian makanan padat. Nah, ASI juga seperti itu.
Selain itu, dalam waktu yang berbeda, kandungan ASI pun tak sama. Jadi, pada 5-10 menit pertama, susu yang keluar, dinamakan fore milk, sifatnya lebih cair/encer, lebih ringan, hingga lebih mudah dicerna usus bayi. Di atas 10 menit atau disebut hind milk, adalah susu yang komposisinya lebih kental, dengan kandungan protein, lemak dan karbohidrat lebih padat.
3. ASI memberi daya tahan.
Sejak lahir, bayi telah dibekali daya tahan tubuh oleh ibunya sewaktu di kandungan. Pemberian ASI juga merangsang pusat daya tahan tubuh bayi untuk membuat daya tahan tubuh lebih cepat meningkat. Ketika lahir, daya tahan tubuh ini, cepat sekali turunnya, sementara daya tahan tubuh pada bayi lambat naiknya. Nah, dengan diberi ASI, bayi mendapat rangsangan daya tahan tubuh, hingga bisa lebih cepat menaikkannya. Ini biasanya disebut imunitas aktif dan pasif.
4. ASI memberikan rasa aman.
Bukankah kala menyusui terjadi suasana yang aman dan tenang? Ini akan mengingatkan bayi kembali pada rasa aman di dalam perut, karena bayi dipeluk oleh rahim dan mendengar detak jantung ibunya. Nah, detak jantung ibu ini yang menenangkan. Bayi juga merasa terbuai.
Menyusui juga membuat kedekatan hubungan antara si bayi dengan ibu yang nilainya tak terhingga, juga terjalin. Hingga, ia berpotensial menjadi anak baik budi pekertinya. Jadi, bayi yang mendapat ASI eksklusif, selalu berada dalam pelukan ibunya, dielus dan disayang, hingga ia merasa aman, dilindungi, dan dicintai. Ia tumbuh dalam suasana yang secure. Makanya, ia pun akan mencintai lingkungannya. 

Setiap bayi yang lahir dari rahim ibu pasti bahagia karena komposisi ASI-nya pas sesuai kebutuhannya.  

TIPS MENYAMBUT KEDATANGAN BAYI


SATU HARI SEBELUMNYA
  1. Minta ayah membawa pulang ke rumah, barang-barang atau bingkisan berukuran besar hingga karangan bunga dari para kerabat (jika ada).
  2. Siapkan kamar bayi dan perlengkapannya. Boks/tempat tidur untuk si kecil sudah dalam kondisi bersih. Demi menghindari pencetus alergi (jika ayah atau ibu berbakat alergi), hindari penggunaan kasur dan bantal kapuk atau selimut berbahan bulu, juga pakaian yang digantung, dan karpet di sekitar kamar bayi. Penyejuk ruangan/AC harus dalam keadaan bersih, atur suhunya agar tidak terlalu dingin/panas.
  3. Pastikan perlengkapan bagi bayi dan ibu sudah terbawa. Pakaian “wajib” bagi si kecil yang baru lahir, antara lain baju, popok, dan selimut bertopi (tak perlu tebal). Boleh ditambahkan sarung tangan dan kaki. Sedangkan untuk ibu, baju berkancing depan, sehingga  memudahkan bila sewaktu-waktu akan menyusui. Semua pakaian sudah dicuci bersih dan disetrika rapi agar terasa nyaman saat digunakan.
  4. Jangan abaikan perlengkapan tambahan, seperti keranjang khusus untuk membawa bayi di jok belakang jika ibu harus duduk di depan. Juga botol susu dan wadah air hangatnya bagi ibu yang karena satu dan lain hal tidak dapat memberikan ASI.
  5. Surat-surat yang diperlukan. Ingatlah untuk mengurus surat keterangan lahir dari rumah sakit dengan nama dan keterangan yang jelas serta  benar. Surat ini diperlukan untuk mengurus akta kelahiran si kecil nantinya di kantor kelurahan. Guna mengurangi kerepotan orangtua, beberapa rumah sakit juga menyediakan jasa pengurusan akta kelahiran.
  6. Pastikan besok akan pulang pukul berapa. Selain agar si penjemput tak perlu menunggu terlama lalu karena ibu dan bayi mesti bersiap-siap dahulu, ayah tentu juga perlu waktu untuk menyelesaikan urusan administrasi rumah sakit/bersalin.

LANGKAH-LANGKAH DI HARI H
  1. Siapkan bayi. Bila perjalanan menuju rumah cukup jauh, tak ada salahnya memakaikan pospak (popok sekali pakai/diaper) pada bayi agar tak perlu gonta-ganti popok di perjalanan.
  2. Setelah bayi dipakaikan baju beserta sarung kaki dan sarung tangannya, bungkus ia dengan selimut bertopi agar tidak “kaget” saat menghadapi suhu luar.
  3. Pastikan tak ada barang yang tertinggal di ruang perawatan ibu dan surat-surat penting seperti surat keterangan lahir si kecil maupun kwitansi pembayaran sudah diterima dari rumah sakit/bersalin.
  4. Pesanlah kursi roda pada perawat, bila ibu masih mengalami kesulitan berjalan karena nyeri bekas sayatan operasi sesar. Komunikasikan hal ini kepada perawat yang mendampingi ibu. Bagi ibu yang memutuskan untuk berjalan (tidak menggunakan kursi roda), lakukan secara perlahan-lahan. Tak perlu terburu-buru, terutama bagi ibu yang menjalani persalinan sesar.
  5. Tentukan siapa yang menggendong bayi. Jika kondisi ibu sudah kembali fit, saat keluar dari rumah sakit, hendaknya ibulah yang menggendong bayi agar si kecil merasa nyaman. Pendamping/petugas rumah sakit/bersalin membawakan barang yang harus dibawa pulang.
  6. Minta kepada si penjemput agar membawa kendaraan mendekat untuk memudahkan ibu.

IMUNISASI IBU HAMIL


Imunisasi yang dilakukan sebelum dan selama kehamilan merupakan tindakan preventif untuk meningkatkan kekebalan tubuh ibu terhadap infeksi parasit, bakteri, dan virus. Namun dokter tidak akan merekomendasikan pemberian vaksin dari virus yang hidup. Alasannya, selama hamil daya tahan tubuh ibu sedikit menurun sehingga pemberian vaksin hidup dikhawatirkan malah menyebabkan infeksi dan membahayakan janin. Imunisasi boleh diberikan jika vaksinnya mengandung virus mati atau tidak aktif. Berikut imunisasi yang diberikan di masa kehamilan:
1. Tetanus Toksoid (TT)
Di banyak negara, kaum ibu melahirkan dalam kondisi tidak higienis. Hal ini berisiko menimbulkan infeksi oleh kuman tetanus pada ibu dan bayi hingga jiwa mereka terancam. Rahim ibu melahirkan rentan terinfeksi kuman tetanus, sedangkan pada bayi infeksi ini dimulai dari luka pada tali pusatnya. Bakteri Klostridium tetanus pada bayi baru lahir dapat menimbulkan penyakit tetanus neonatorum yang dapat mengakibatkan kematian. Bakteri atau spora tetanus tumbuh dalam luka yang tidak steril. Misalnya, jika tali pusat dipotong dengan pisau yang tidak tajam dan tidak steril, atau jika benda apa pun yang tidak bersih menyentuh ujung tali pusat.
Semua ibu hamil harus memastikan mereka telah mendapat imunisasi tetanus toksoid (TT) untuk menghindari jangkitan tetanus yang berisiko pada diri dan bayinya. Walaupun sudah mendapatkan imunisasi sebelumnya, ibu membutuhkan tambahan vaksin tetanus toksoid yang biasanya dianjurkan menjelang pernikahan. Bila terlewat, bisa diberikan saat ibu hamil sebanyak dua kali dengan jarak 1 sampai 2 bulan. Menjelang waktu persalinan, imunisasi ini harus sudah lengkap. Karenanya,  di masa hamil, imunisasi ini dilakukan di usia kehamilan 7 bulan, kemudian 8 bulan, dan dapat diulangi tiga tahun kemudian. Setelah diimunisasi, ibu biasanya mengalami  demam ringan meski sangat jarang terjadi, agak nyeri, dan sedikit bengkak pada daerah bekas suntikan. Sesudah persalinan, ibu juga harus memastikan bahwa luka di vagina atau perutnya (akibat sesar) dalam keadaan bersih. Begitu pula tali pusat bayinya.
2. Influenza
Sebuah penelitian terhadap 340 ibu hamil di Bangladesh yang mendapatkan suntikan vaksin flu menunjukkan ibu-ibu tersebut memiliki bayi yang lebih tahan terhadap influenza. Hanya ditemukan tiga kasus flu ketika usia bayi mereka masih di bawah enam bulan. “Padahal tidak pernah terbukti sebelumnya bahwa imunisasi terhadap ibu hamil memberikan keuntungan besar kepada bayinya. Di Amerika, hanya 14% ibu hamil yang menjalani imunisasi ini. Angka ini terpaut tidak jauh dibandingkan di negara miskin dimana akses kesehatan terbatas. Di banyak daerah, program ini telah banyak diberikan kepada ibu  hamil termasuk suntikan antitetanus. Mereka seharusnya menambahkan vaksin influenza,” ujar Mark Steinhoff, Profesor Pediatrik dari Johns Hopkins Universitiy, di Baltimore.
Hasil ini mendukung rekomendasi Badan Kesehatan Dunia  (WHO) bahwa ibu hamil seharusnya mendapatkan imunisasi influenza untuk melindungi dirinya dan calon anaknya.  Infeksi ini meningkat risikonya pada ibu hamil dan bayi yang kurang gizi. Menurut sebuah laporan dalam jurnal medis di Inggris tahun 2005, rata-rata kematian akibat flu masih tinggi untuk bayi usia di bawah enam bulan. Sedangkan di Indonesia, penyakit influenza sering dianggap biasa. Padahal bisa mengganggu kesehatan ibu dan janin. 
Pemberian imunisasi influenza diberikan pada trimester kedua atau ketiga kehamilan. Setelahnya, ibu mungkin mengalami demam ringan, bengkak, dan kemerahan di daerah bekas suntikan. Lakukan imunisasi saat tubuh benar-benar dalam keadaan sehat. Setelah melakukan imunisasi, lakukan cukup istirahat, makan  makanan bergizi, dan jangan dekati orang yang sedang terkena influenza karena akan mudah tertular. Sempatkanlah memeriksakan diri ke dokter jika ibu mengidap flu untuk memastikan flu tersebut tidak membahayakan.
3. Hepatitis B
Umumnya seseorang tidak langsung menyadari bahwa dirinya terinfeksi virus hepatitis B. Bahayanya, janin bisa ikut tertular ketika menjalani proses kelahiran. Karenanya, imunisasi hepatitis B sangat perlu bagi ibu hamil. Bayi baru lahir pun diwajibkan segera mendapat imunisasi Hepatitis B. Vaksin Hepatitis B terbuat dari bahan rekombinan yaitu vaksin yang dibuat dengan bahan rekayasa genetika sehingga menyerupai virus Hepatitis B. Vaksin ini aman diberikan kepada ibu hamil. Waktu pemberian imunisasi ini adalah pada kehamilan bulan pertama, kedua, dan keenam.
Ibu hamil akan diperiksa kadar HbsAg dan Anti-Hbs-nya (reaksi antigen-antibodi). Jika hasil Anti-HbsAg-nya positif, ibu tak perlu imunisasi lagi karena sudah mempunyai zat antobodi/kekebalan hepatitis B. Biasanya setelah imunisasi, timbul demam ringan dan nyeri pada bekas suntikan. Bila tidak ada infeksi dan belum mempunyai antibodi, maka vaksin hepatitis B dapat diberikan kepada ibu hamil.
4. Meningococcal
 Vaksin pencegah meningitis atau radang selaput otak ini terbuat dari bakteri meningococcal yang sudah mati/tidak aktif sehingga aman untuk ibu hamil. Apabila ibu hamil menderita meningitis, maka kumannya pun dapat menjalar ke otak janin.
Pada ibu hamil, imunisasi ini sebaiknya diberikan setelah trimester pertama untuk menghindari risiko umum yang terjadi pada kehamilan trimester pertama seperti keguguran. Sebaiknya, lakukan imunisasi ini saat tubuh benar-benar sehat meski pada beberapa orang hanya akan muncul demam ringan.

Sabtu, 14 Juni 2014

Bayi yang Lahir Caesar Berisiko Tinggi Menderita Asma


Bayi yang lahir secara caesar lebih rentan mengalami asma dan alergi. Ini disebabkan si bayi kehilangan bug (bakteri) pelindung yang bisa membantunya mencegah dari sejumlah gangguan di masa kecil dan kehidupan selanjutnya.

Demikian peringatan dari sejumlah ilmuwan yang menemukan perbedaan yang signifikan dalam bakteri usus yang ditemukan pada bayi yang lahir melalui operasi caesar dan alami.

Jurnal Canadian Medical Association juga menyebutkan bayi yang diberi susu formula, bukan ASI, juga tidak memiliki bakteri yang mungkin bisa melindunginya.

Para peneliti mengatakan temuan itu bakal meningkatkan keprihatinan tentang efek jangka panjang pada bayi dengan melonjaknya angka kelahiran melalui caesar.

Kelahiran caesar dalam kondisi darurat memang bisa menyelamatkan jiwa. Namun, operasi yang direncanakan diakui lebih berisiko bagi ibu karena bisa mengembangkan komplikasi dan menghabiskan waktu dua kali lebih lama di rumah sakit dibanding ibu yang melahirkan secara alami.

Penelitian terbaru menambahkan keprihatinan soal bahaya yang dihadapi bayi yang lahir secara caesar. Pada penelitian sebelumnya disebutkan bayi yang lahir melalui operasi berada pada risiko dua kali libat mengalami obesitas di masa kanak-kanak, dan risiko terkena diabetes 1 dan asma juga lebih tinggi.

Alasan pastinya belum diketahui, tapi kemungkinan bayi yang lahir dengan operasi kehilangan perubahan fisiologis yang terjadi selama kelahiran termasuk paparan bug yang diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh saat dewasa.

Studi ini melihat data dari 24 bayi sehat, sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar yang dilakukan Canadian Healthy Infant Longitudinal Development. Penelitian ini mewakili bayi Kanada dengan 25 persen yang dilahirkan secara caesar dan 42 persen mendapatkan ASI Ekslusif selama 4 bulan.

Para peneliti menggunakan teknologi sekuensing DNA untuk menyelidiki komposisi bakteri usus pada bayi. Ini merupakan suatu teknik yang memungkinkan deteksi semua bug yang ada di tubuh.

Para peneliti menemukan, bayi yang lahir melalui operasi caesar kekurangan kelompok bakteri tertentu yang ditemukan pada bayi yang lahir secara alami, bahkan jika bayi itu diberikan ASI.

Bayi yang diberikan susu formula dibandingkan dengan bayi ASI juga memperlihatkan perbedaan yang signifikan dalam bakteri usus.

Penulis penelitian Dr Anita Kozyrskyj, dari University of Alberta, menjelaskan, temuan ini sangat tepat untuk menegaskan bahwa mikrobiota usus sebagai organ super dengan peran yang beragam dalam kesehatan dan penyakit.

"Bayi yang lahir melalui persalinan caesar berada pada peningkatan risiko asma, obesitas, dan diabetes 1. Sedangkan menyusui memberikan perlindungan yang bervariasi terhadap gangguan ini dan lainnya," ujarnya seperti dikutip Dailymail, Selasa (12/2/2013).

Peneliti Meghan Azad, dari University of Alberta, temuan ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran orangtua dan dokter dalam membuat keputusan caesar serta mendukung menyusui.

"Ini bisa mempengaruhi microbiome usus bayi mereka dan ini bisa memiliki efek seumur hidup bagi kesehatan anak," jelasnya.

Para ahli percaya bahwa bakteri usus berperan dalam merangang sistem kekebalan tubuh. Alasannya, bayi yang lahir melalui operasi caesar tidak terkena bakter menguntungkan dalam jalan lahir, dan mungkin memakan waktu lebih dalam untuk mengumpulkan bug yang baik, yang menunda paparan mikroba yang memulai sistem kekebalan tubuh.

Dr Rob Knight, seorang ilmuwan di University of Colorado, Boulder, Colorado, Amerika Serikat, menjelaskan risiko caesar dan minum susu formula.

"Anak-anak yang lahir dengan persalinan caesar atau minum susu formula mungkin meningkatkan risiko berbagai kondisi di kemudian hari; kedua proses mengubah mikrobiota usus pada bayi yang sehat, yang dapat menjadi mekanisme untuk peningkatan risiko"

sUMBER: LIPUTAN6.COM

MENYUSUI DENGAN RESIKO HIPOGLIKEMI


Menyusui Bayi dengan Risiko Hipoglikemia


Bayi cukup bulan yang sehat telah dipersiapkan untuk menjalani transisi nutrisi di dalam kandungan menjadi nutrisi di luar kandungan, tanpa memerlukan pemantauan metabolik ataupun intervensi proses menyusui yang alami. Mekanisme homeostatik mencukupi energi yang adekuat untuk otak dan organ lainnya, bahkan jika pemberian minum tertunda.
Istilah hipoglikemia merujuk pada kadar glukosa yang rendah. Hipoglikemia sesaat pada awal kehidupan neonatus cukup bulan merupakan hal yang wajar, sering didapatkan dan terjadi pada hampir seluruh mamalia. Hal ini akan normal dengan sendirinya dan bukanlah sesuatu yang patologis karena kadar glukosa darah meningkat secara spontan dalam 2-3 jam. Dalam situasi dimana kadar glukosa darah yang rendah karena belum mendapat asupan makanan (ASI belum ada) terjadi respon ketogenik yaitu metabolisme dari asam lemak menjadi badan keton. Otak bayi dengan kemampuannya akan memanfaatkan badan keton untuk menghemat glukosa bagi otak dan melindungi fungsi neurologis bayi.
Bayi yang mendapat ASI cenderung mempunyai kadar glukosa yang rendah dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula, tetapi tidak berkembang menjadi hipoglikemia simptomatik. Pemberian minum awal dengan ASI yang mengandung alanin, asam lemak rantai panjang dan laktosa, akan meningkatkan proses glukoneogenesis. Bayi cukup bulan yang minum ASI mempunyai kadar glukosa yang lebih rendah tetapi mempunyai kadar badan keton yang lebih tinggi.
Definisi hipoglikemia hingga saat ini masih kontroversial, karena kurangnya korelasi yang bermakna antara kadar glukosa plasma, gejala klinis, dan gejala sisa jangka panjang. Hipoglikemia ditandai oleh nilai yang unik pada masing-masing individu neonatus dan bervariasi sesuai dengan kematangan fisiologis dan pengaruh patologisnya. Hipoglikemia  pada bayi terjadi bila kadar glukosa darah < 45mg/dL.
Bayi dengan risiko hipoglikemia
Pada bayi baru lahir yang mempunyai risiko hipoglikemia, kadar glukosa darahnya dipantau secara rutin, terlepas dari pemberian, macam dan cara minum apapun yang didapatkan. Terdapat 3 kategori bayi yang berisiko hipoglikemia:
  1. Pemakaian glukosa yang berlebihan, termasuk kondisi hiperinsulinemia
  2. Produksi dan cadangan glukosa yang tidak memadai
  3. Peningkatan pemakaian glukosa dan penurunan produksi
Bayi yang mempunyai risiko hipoglikemia:
  1. Bayi dari ibu dengan diabetes. Ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol memiliki kadar glukosa darah yang tinggi yang bisa melewati plasenta sehingga merangsang pembentukan insulin pada neonatus. Saat lahir, kadar glukosa darah tiba-tiba turun karena pasokan dari plasenta berhenti, padahal kadar insulin masih tinggi, sehingga terjadi hipoglikemia. Pencegahannya adalah dengan mengontrol kadar glukosa darah pada ibu hamil.
  2. Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK). Bayi BMK biasanya lahir dari ibu dengan toleransi glukosa yang abnormal.
  3. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Selama dalam kandungan, bayi sudah mengalami kekurangan gizi, sehingga tidak sempat membuat cadangan glikogen, dan kadang persediaan yang ada sudah terpakai. Bayi KMK mempunyai kecepatan metabolisme lebih besar sehingga menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang berat lahirnya sesuai untuk masa kehamilan (SMK), dengan berat badan yang sama. Meskipun bayi KMK bugar, bayi mungkin tampak lapar dan memerlukan lebih banyak perhatian. Bayi KMK perlu diberi minum setiap 2 jam dan kadang masih hipoglikemia, sehingga memerlukan pemberian suplementasi dan kadang memerlukan cairan intravena sambil menunggu ASI ibunya cukup.
  4. Bayi kurang bulan. Deposit glukosa berupa glikogen biasanya baru terbentuk pada trimester ke-3 kehamilan, sehingga bila bayi lahir terlalu awal, persediaan glikogen ini terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis terpakai.
  5. Bayi lebih bulan. Fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai berkurang. Asupan glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin menggunakan cadangan glikogennya. Setelah bayi lahir, glikogen tinggal sedikit, sehingga bayi mudah mengalami hipoglikemia.
  6. Pasca asfiksia. Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang banyak sekali memakai persediaan glukosa. Pada metabolisme anaerob, 1 gram glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan normal 1 gram glukosa bisa menghasilkan 38 ATP.
  7. Polisitemia. Bayi dengan polisitemia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipoglikemia dan hipokalsemia, karena pada polisitemia terjadi perlambatan aliran darah.
  8. Bayi yang dipuasakan, termasuk juga pemberian minum pertama yang terlambat. Bayi dapat mengalami hipoglikemia karena kadar glukosa darah tidak mencukupi
  9. Bayi yang mengalami stres selama kehamilan atau persalinan, misalnya ibu hamil dengan hipertensi. Setelah kelahiran, bayi mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dan
    memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan bayi lain.
  10. Bayi sakit. Bayi kembar identik yang terjadi twin to twin tranfusion, hipotermia, distress pernapasan, tersangka sepsis, eritroblastosis fetalis, sindrom Beckwith-Wiedermann,
    mikrosefalus atau defek pada garis tengah tubuh, abnormalitas endokrin atau inborn error of metabolism dan bayi stres lainnya, mempunyai risiko mengalami hipoglikemia.
  11. Bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah. Ibu yang mendapatkan pengobatan (terbutalin, propanolol, hipoglikemia oral), ibu perokok, ibu yang mendapat glukosa intra vena saat persalinan, dapat meningkatkan risiko hipoglikemia pada bayinya.
Manifestasi klinis hipoglikemia
Manifestasi klinis hipoglikemia pada bayi cukup bulan bisa samar dan non spesifik, muncul pada neonatus bersama dengan berbagai masalah neonatus lainnya. Pemeriksaan fisis dan observasi keadaan umum bayi harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Untuk menunjukkan bahwa gejala yang timbul berhubungan dengan hipoglikemia, diperlukan hal-hal berikut:
  1. Tanda klinik harus didapatkan
  2. Kadar glukosa darah rendah, diukur secara akurat
  3. Tanda klinik menghilang pada saat kadar glukosa darah normal
Pemberian ASI secara dini dan eksklusif dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan metabolik bayi baru lahir cukup bulan yang sehat. Bayi cukup bulan yang sehat tidak akan menjadi hipoglikemia yang simptomatik karena pemberian minum yang kurang.
Skrining glukosa darah bayi baru lahir
Skrining hipoglikemia mengenai kapan dilakukannya dan berapa lama pemantauannya, belum disepakati secara umum. Strip glukosa untuk skrining tidak mahal, praktis, dan hasilnya cepat. Jika didapatkan hipoglikemia harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah di laboratorium, karena hasil yang diperoleh sering berbeda sekitar 15% dari hasil laboratorium, atau tidak sesuai dengan varian yang signifikan dari kadar glukosa yang sesungguhnya.
Beberapa pedoman singkat skrining glukosa pada bayi baru lahir:
  1. Pemantauan glukosa darah rutin bayi baru lahir cukup bulanyang asimtomatik tidak perlu dan mungkin merugikan.
  2. Skrining glukosa darah harus dilakukan pada bayi dengan risiko hipoglikemia untuk mengetahui adanya hipoglikemia ataupun bayi yang menunjukkan manifestasi klinis hipoglikemia, dengan frekuensi dan lama pemantauan tergantung dari kondisi bayi masing-masing.
  3. Pemantauan dimulai dalam 30-60 menit pertama bayi dengan dugaan hiperinsulinisme dan tidak lebih dari umur 2 jam pada bayi dengan risiko hipoglikemia kategori lainnya.
  4. Pemantauan sebaiknya dilanjutkan setiap 3 jam sampai kadar glukosa darah sebelum minum mencapai normal. Kemudian lanjutkan tiap 12 jam.
  5. Skrining glukosa dihentikan setelah 2 kali didapatkan kadar glukosa normal atau dengan pemberian minum saja, didapatkan 2 kali pemeriksaan kadar glukosa normal.
  6. Konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah di laboratorium harus dilakukan jika hasil skrining glukosa darah abnormal.
Tata laksana umum
Data yang ada menunjukkan bahwa pemberian ASI yang tidak adekuat meningkatkan risiko hipoglikemia, bahkan pada bayi yang sudah pulang ke rumah. Tata laksana pemberian ASI yang tepat sangat penting bagi perkembangan bayi.
Tata laksana umum pada bayi yang mempunyai risiko:
  1. Pemberian ASI sedini mungkin dalam 30-60 menit kemudian
    diteruskan sesuai keinginan bayi.
    • Pemberian asupan enteral sedini mungkin — ungkin merupakan tindakan pencegahan tunggal yang paling penting. Secara khusus disebutkan bahwa pemberian ASI sedini mungkin, merupakan hal yang terpenting untuk pencegahan bayi dengan risiko dan terapi hipoglikemia. Mengenali bahwa bayi menangis merupakan tanda yang terlambat jika bayi lapar. Bayi baru lahir akan mendapatkan kolostrum yang berisi protein, lemak, dan karbohidrat yang akan membuat glukosa darah stabil. Pemberian kolostrum tidak boleh dihentikan hanya karena bayi masuk dalam kriteria yang harus dipantau kadar glukosa darahnya.
    • Jika memungkinkan berikan ASI dengan bayi menyusu langsung atau melalui pipa orogastrik. Bayi yang mempunyai risiko hipoglikemia tetapi belum memungkinkan menyusu dan belum bisa diberi ASI melalui pipa orogastrik karena adanya darah yang tertelan, lakukan pembilasan lambung dan kemudian berikan ASI melalui pipa orogastrik. Jika tidak berhasil, segera mulai pemberian glukosa intra vena.
  2. Suplementasi rutin pada bayi cukup bulan yang sehat dengan air, air gula atau susu formula tidak diperlukan.
    Hal ini dapat mengganggu pemberian ASI dan mekanisme kompensasi metabolik yang normal. Jika bayi tidak dapat menyusu langsung, berikan ASI dengan cara alternatif lainnya; dengan sendok, gelas, atau pipa orogastrik. Jika bayi tidak mampu menghisap, tidak perlu dipaksakan pemberian minum melalui mulut, untuk mencegah aspirasi. Pemilihan suplemen tergantung dari ketersediaan ASI perah ibu. Kolostrum perah
    adalah pilihan utama. ASI akan meningkatkan glukoneogenesis dan keseimbangan energi. Jika tidak tersedia, pilihan berikutnya adalah donor ASI yang sudah di pasteurisasi. Jika pilihan kedua tidak tersedia, terpaksa diberikan susu formula dengan mempertimbangkan riwayat keluarga mengenai toleransi susu. Jika didapatkan alergi susu sapi, pilihannya adalah susu formula khusus (susu formula dengan protein dihidrolisis sempurna). Air gula akan meningkatkan sekresi insulin dan menunda mulainya glukoneogenesis yang alami dan proses homeostasis ketogenik. Jika air gula diberikan pada bayi, kadar glukosa akan berfluktuasi dan akan muncul masalah hipoglikemia rebound.
  3. Memfasilitasi kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi untuk merangsang pembentukan ASI. Cara ini akan mempertahankan suhu tubuh normal, menurunkan
    pengeluaran energi, dan mempertahankan kadar glukosa darah normal, sementara hal tersebut akan menstimulasi produksi ASI dan pengisapan. Dengan melekatkan bayi ke
    ibunya secara sering dapat mencegah suplementasi pada banyak kasus.
  4. Pemberian minum yang sering. Berikan minum 10-12 kali dalam 24 jam pada beberapa hari pertama sesudah lahir. Pemberian ASI yang sering, meskipun sedikit-sedikit, tetapi
    dengan protein tinggi dan kalori tinggi dari kolostrum akan lebih baik bila dibandingkan dengan pemberian susu formula atau air gula.
Tata laksana bayi dengan hipoglikemia
Bayi dengan risiko hipoglikemia, harus dipantau kadar glukosa darahnya. Glukosa yang diperlukan mungkin belum cukup hanya dengan pemberian kolostrum saja pada umur beberapa hari, tetapi tidak ada bukti klinik yang menyebutkan bahwa bayi dengan hipoglikemia asimtomatik mendapatkan keuntungan dari pemberian glukosa intra vena yang diberikan.
Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI perah dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Anjurkan ibu untuk menyusui jika kondisi bayi bayi baru lahir sudah memungkinkan.
Tata laksana pemberian ASI pada bayi hipoglikemia:
a. Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)
  1. Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml ASI perah tiap kg berat badan bayi, atau berikan suplementasi (ASI donor atau susu formula)
  2. Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya sampai kadarnya normal dan stabil
  3. Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya, hindari pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa intra vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan terapi yang intensif
  4. Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum, mulailah terapi glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah
  5. ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah
  6. Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi (misalnya respon dari terapi yang diberikan).
b. Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25 mg/dL atau < 1,1 – 1,4 mmol/L.

  1. Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap kilogram berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian glukosa 10% intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR) 6-8 mg tiap kilogram berat badan tiap menit
  2. Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan melalui oral atau pipa orogastrik.
  3. Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau >2.5 mmol/L
  4. Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang didapat
  5. Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi hipoglikemia menghilang
  6. Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat penurunan pemberian glukosa intra vena secara bertahap (weaning), sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa intra vena.Kadang diperlukan waktu 24-48 jam untuk mencegah hipoglikemia berulang.
  7. Lakukan pencatatan manifasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik (misal respon dari terapi yang diberikan).
Dukungan pada ibu
Mempunyai bayi yang diperkirakan akan lahir normal dan sehat, tetapi ternyata kemudian berkembang mengalami hipoglikemia sering  mengganggu kepercayaan pemberian ASI. Ibu sebaiknya diyakinkan bahwa tak ada masalah dengan air susunya, dan bahwa pemberian suplementasi hanya sementara saja. Perah ASI dengan tangan ataupun pompa tertentu yang dianjurkan. Memberikan minum paling tidak 8 kali dalam 24 jam sampai bayi bisa menyusu dan menghisap dengan baik, akan membantu mempertahankan produksi ASI. Sangat penting untuk sesegera mungkin menstimulasi produksi ASI dengan melekatkan bayi ke dada ibu. Kontak kulit-ke-kulit yang dikerjakan meskipun bayi masih menggunakan akses vena, akan sangat berguna dan akan menurunkan trauma karena intervensi. Kontak kulit-ke-kulit akan memberikan termoregulasi fisiologis, yang akan berkontribusi dalam homeostasis metabolic. Sangat penting untuk melakukan edukasi kepada ibu tentang pemberian ASI sedini mungkin dan pemberian minum secara bertahap dengan tidak mengharapkan ASI keluar banyak pada saat awal menyusui. Bayi mampu menghisap dan menelan selama 5 menit merupakan pertanda bayi siap beralih dari cara mendapat asupan melalui pipa orogastrik menuju cara menyusu langsung pada ibu.
Kesimpulan
Pola normal pemberian ASI pada bayi cukup bulan yang sehat adalah pemberian seawal mungkin, sesering mungkin dan secara ekslusif.
Bayi yang mempunyai risiko hipoglikemia harus dipantau. Berikan ASI sedini mungkin pada bayi yang memiliki risiko hipoglikemia. Jika perlu perah ASI untuk diberikan dengan cara alternatif lain atau dengan menggunakan pipa orogastrik, untuk mencegah hipoglikemia. ASI diberikan sesering mungkin. Kontak kulit ke kulit sangat membantu bayi dengan risiko hipoglikemia. Skrining glukosa dilakukan mulai umur 30-60 menit dan paling lambat umur 2 jam.
Bayi dengan hipoglikemia asimtomatik, pemberian ASI tetap diberikan sedangkan pada hipoglikemia simtomatik, diberikan glukosa intravena dengan glucose infusion rate (GIR).

Sumber : Buku Indonesia Menyusui
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).